Popular Post

Popular Posts

Posted by : Unknown 2013-02-24


massa dapat ditentukan mempergunakan hukum-hukum dasar Newton & Kepler. Sedangkan jarak dari magnitudonya. Intinya adalah dari cahaya yang terpancar dari sumber ke pengamat.  Dan alat yang digunakan bukanlah sebuah alat ukur yang bisa langsung mengukur kuantitas massa dan jarak. Untuk bisa menentukan massa dan jarak dibutuhkan  kolektor berupa teleskop dan detektor yakni ccd kamera & analisator (filter)
Massa Bintang
Pada dasarnya tidak ada alat yang bisa digunakan untuk secara langsung mengukur massa sebuah obyek di langit.  Massa suatu benda langit hanya dapat ditentukan dari pengaruh gravitasinya pada benda langit lainnya, yaitu dari gerak orbitnya. Contohnya adalah massa Matahari yang dapat ditentukan dengan mengamati gerak orbit planet. Dan untuk penentuan massa bintang, secara umum hanya dapat ditentukan bila bintang itu merupakan komponen bintang ganda.
Untuk menentukan massa bintang, Hukum Kepler ketiga dapat diterapkan dalam gerak kedua bintang di bintang ganda.
Berdasarkan Hukum Kepler ketiga, kuadrat kala edar obyek yang mengorbit Matahari sebanding dengan pangkat tiga jarak rata-rata si obyek dari matahari. Dan hubungan Hukum Gravitasi Newton dan Hukum Kepler ketiga bisa memberikan massa total kedua bintang dalam sistem bintang ganda dalam hubungan :
(m1 + m2) =  (d1 + d2)3 /P2
dengan (d1 + d2) = R
P = periode orbit ; m1 dan m2 = massa kedua bintang ; R = total jarak separasi antara kedua bintang dengan pusat massa.
Hubungan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui massa komponen bintang ganda itu.
Bagaimana dengan bintang tunggal?
Dengan diketahuinya sistem keplanetan di bintang-bintang lain, penerapan Hukum Kepler ketiga dapat digunakan untuk mengetahui massa bintang induk sistem tersebut.
Untuk bintang tunggal, diagram Hertsprung Russel juga bisa digunakan sebagai faktor penentu massa. Untuk bintang di Deret Utama, sifat-sifatnya memiliki keterkaitan yang erat dengan massanya. Massa bintang menentukan berapa lama ia akan berada di deret utama. Semakin besar massa sebuah bintang, maka semakin boros pula ia menguras hidrogennya sehingga umurnya akan lebih singkat. Dengan mengetahui luminositas atau temperatur sebuah bintang maka kita bisa menentukan massanya. Di deret utama, luminositas sebuah bintang sebanding dengan pangkat 3,5 massa sebuah bintang.
Pada tahun 2004, untuk pertama kalinya bisa menentukan massa sebuah bintang secara langsung menggunakan metode lensa mikro gravitasi. Dengan teknik ini para astronom berhasil menentukan massa bintang dengan melihat efek yang ditimbulkan bintang pada berkas cahaya yang melewatinya.
Jarak Bintang
Metode Paralaks
Paralaks bintang merupakan metode untuk mengukur jarak bintang
Coba acungkan jarimu di depan mata dan pejamkan mata kirimu. Lihatlah posisi jari terhadap obyek latar belakang yang jauh. Kemudian gantilah memejamkan mata dan tutuplah mata kananmu. Sekarang lihat lagi posisi jarimu terhadap obyek latar belakang yang sama tadi. Sekarang jarimu akan tampak berpindah bukan? Misalnya dari kiri obyek ke kanan obyek. Pergeseran inilah yang disebut paralaks atau beda lihat dan sudut pergeserannya disebut sudut paralaks.
Di dalam astronomi, metode inilah yang digunakan dalam penentuanjarak. Paralaks merupakan metode yang digunakan dengan melihat pada pergeseran dua titik tetap relatif satu terhadap yang lain dilihat dari sudut pandang pengamat.
Kita tahu kalau Bumi mengitari Matahari dengan periode orbit 365,25 hari dan akibat gerak edar Bumi, bintang yang dekat akan tampak bergeser letaknya dari bintang yang jauh. Bintang tersebut seolah menempuh lintasan berbentuk elips relatif terhadap bintang – bintang latar belakang yang jauh. Gerak yang disebut gerak paralaktik ini merupakan cerminan gerak Bumi mengitari Matahari.  Sudut yang dibentuk oleh bumi dan matahari ke bintang inilah yang diebut paralaks bintang. Semakin jauh letak bintang, lintasan ellipsnya makin kecil, paralaksnya juga makin kecil. Metode ini yang disebut Paralaks Trigonometri
Lihat gambar, andaikan matahari adalah jarak Bumi-Matahari, d adalah jarak Matahari – bintang, dan p adalah sudut parallaks, didapatkan formula paralaks:
d (parsec) = 1 / p (detik busur)
Metode paralaks trigonometri hanya bisa digunakan untuk mendapatkan jarak bintang-bintang terdekat yakni sampai 100 parsec.
Magnitudo Mutlak Bintang
Cara lain untuk mengukur jarak bintang adalah dengan mengukur terang suatu bintang dan selanjutnya menaksir kuat cahaya sebenarnya bintang itu. Dalam pengamatan, terang suatu bintang diukur dalam satuanmagnitudo. Magnitudo merupakan ukuran terang bintang yang kita lihat atau terang semu (magnitudo semu) bintang. Magnitudo juga merupakan besaran lain untuk menyatakan fluks pancaran yang kita terima di Bumi per cm2 per detik (E).
Sebuah bintang yang kita lihat terang belum tentu benar-benar terang dalam hal kuat cahaya sebenarnya. Bisa saja ia tampak “lebih terang” karena jaraknya yang dekat. Contohnya lampu mobil yang berada jauh akan tampak lebih redup tapi begitu mendekat cahayanya jadi lebih terang.
Karena energi yang dipancarkan sumber pada selang waktu satu detik akan melewati pemrukaan bola itu dalam waktu satu detik juga maka:
E = L / (4π d2)
Fluks pancaran yang kita terima di Bumi itu berbanding terbalik dengan kuadrat jarak sumber cahaya. Artinya sumber cahaya yang terletak dua kali lebih jauh akan tampak empat kali lebih lemah cahayanya. Jika luminositas dapat diketahui, dan E bisa diukur maka jarak bintang dapat diketahui.
Sekarang, andaikan semua bintang berjarak sama dari kita, magnitudo semu dapat dianggap sebagai ukuran terang sebenarnya bintang. Bintang yang luminositasnya besar akan memiliki magnitudi kecil sedangkan bintang dengan luminositas kecil akan memiliki magnitudo yang besar. Nah untuk menentukan kuat cahaya sebenarnya sebuah bintang, maka didefinisikan besaran magnitudo mutlak yaitu magnitudo bintang andaikan bintang diamati pada jarak yang sama yaitu 10 parsec.
Jika ada dua bintang dengan magnitudo mutlak M1 dan M2 maka berlaku persamaan Pogson :
M1 – M2 = -2,5 log (L1/L2)
Kredit: Swinburne University of Technology
Modulus Jarak
Jika jarak bintang dalam parsec adalah d dan fluks pancaran E dan magnitudo semu bintang m dan kita andaikan si bintang diamati dari jarak 10 parsec. Dan jika diandaikan fluks pancaran bintang E’, maka menurut persamaan Pogson:   m – M =  2,5 log (E/E’)  dan luminositas bintang L, maka : m – M = 2,5 log [(L/(4π d2)) / (L /(4π 102))]
Maka, selisih magnitudo semu dan magnitudo mutlak akan memberikan harga jarak bintang dari pengamat setelah dikoreksi terhadap serapan antar bintang.
m – M  = – 5 + 5 log d
Besaran m – M tersebut disebut modulus jarak.
Cepheid Sebagai Lilin Penentu Jarak
Tahun 1784, John Goodricke menemukan kalau bintang Cepheid berubah cahayanya secara berkala dan diduga merupakan komponen bintang ganda. Tapi pada tahun 1914 Shapley menemukan kalau bintang ini berubah-ubah cahayanya bukan karena Cepheid merupakan bintang ganda gerhana melainkan bintang ini berdenyut.
Pada bintang Cepheid juga ditemukan hubungan antara luminositas dan periode perubahan cahaya. Hubungan ini menyatakan semakin terang suatu Cepheid, makin besar periodenya. Untuk mengetahui jarak variabel Cepheid di galaksi lain, diambil hubungan titik nol yakni titik pada periode dimana magnitudo mutlaknya nol. Untuk mendapatkan hubungan titik nol, dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan Cepheid dalam Galaksi kita pada gugus bintang yang jaraknya sudah diketahui.
Kredit : CSIRO
Dengan mengandaikan Cepheid yang diamati memiliki sifat sama dengan Cepheid di Galaksi kita, maka periode perubahan cahaya dan luminositasnya dianggap sama juga. Karena luminositas dianggap sama maka Magnitudo mutlak bisa diketahui dari hubungan : M – Mο = -2,5 log (L/Lο)
Maka modulus jarak bisa diketahui dengan m dari pengamatan pada bintang variabel Cepheid galaksi lain yang diamati, dan jarak pun bisa diketahui : m – M  = – 5 + 5 log d

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Ilmu - Powered by Blogger - Distributed By Blogger Themes - Designed by Johanes Djogan