Popular Post

Popular Posts

Posted by : Unknown 2013-02-24


Cara termudah untuk bergerak dari satu planet ke planet lainnya, seperti yang dilakukan wahana antariksa pergi dari Bumi ke Mars adalah dengan memanfaatkan gaya gravitasi Matahari.
Pertama-tama kita mengirim wahana tersebut ke luar Bumi dengan menggunakan roket. Roket ini harus bertenaga besar (tergantung pada beratnya wahana yang dibawa) karena harus melawan gaya gravitasi Bumi dan juga gesekan dengan atmosfer Bumi pada tahap-tahap awal. Untuk memudahkan roket mencapai antariksa, biasanya roket dibangun menjadi beberapa tahap, dan tangki bahan bakar yang sudah kosong langsung dibuang. Dengan cara ini beban yang dibawa menjadi semakin ringan (Gambar 1).
Gambar 1. Tahapan roket.
Gambar 1. Tahapan roket.
Menghadapi gaya hambat atmosfer Bumi
Untuk mengatasi persoalan interaksi dengan atmosfer Bumi pada saat roket melesat dari permukaan Bumi menuju antariksa, triknya dapat dipikirkan dengan memahami gaya hambat (drag). Gaya hambat timbul apabila sebuah benda padat bergerak mengarungi fluida. Atmosfer Bumi dapat dianggap sebagai fluida, dan roket yang bergerak mengarungi atmosfer akan mengalami gaya hambat yang arahnya berlawanan dengan arah gerak roket. Besarnya gaya hambat ini berbanding lurus dengan kecepatan roket, semakin cepat roket maka semakin besar gaya hambat roket. Trik untuk menghadapi gaya hambat? Roketnya dipercepat perlahan-lahan, sehingga ia bergerak pelan-pelan saja hingga mencapai lapisan atmosfer Bumi yang teratas, di mana kerapatan atmosfer lebih renggang dan gaya hambat akibatnya lebih rendah meskipun roket dikebut. Di lapisan teratas inilah roket dikebut dengan hebatnya sehingga mencapai kecepatan yang dibutuhkan untuk lolos dari tarikan gaya gravitasi Bumi.
Kita mungkin pernah mendengar bahwa sebuah objek harus mencapai kecepatan 40 320 km/jam untuk bisa lepas dari tarikan gravitasi Bumi (Angka ini disebut escape velocity atau bahasa kerennya kecepatan lepas). Hal ini benar apabila kita berada di permukaan Bumi, namun apabila kita sudah berada di lapisan atas atmosfer Bumi, kecepatan lepas nilainya sedikit lebih kecil.
Bahan bakar roket untuk bisa lepas dari gaya tarik Bumi ada berbagai variasi, tapi versi-versi awal roket yang dengan sukses membawa manusia ke Bulan menggunakan minyak tanah yang dibakar dengan oksigen cair. Yap, minyak tanah! Tentu bukan minyak tanah yang biasa dijual oleh abang-abang tukang tambal ban, tapi minyak tanah yang sudah disuling sehingga mencapai titik uap dan titik beku tertentu. Beberapa variasi lain menggunakan hidrogen cair yang juga dinyalakan dengan oksigen cair. Prinsip utama dari bahan bakar roket adalah ia harus mampu menghasilkan reaksi kimia yang dapat menghasilkan gaya dorong yang mampu mengangkat seluruh beban roket.
Navigasi antar-planet
Saat wahana sudah mencapai antariksa, selanjutnya wahana akan menembakkan dorongan jet sehingga ia memperoleh kecepatan untuk bergerak ke arah tertentu yang sudah diperhitungkan sebelumnya. Selanjutnya gerakan roket murni berasal dari tarikan gaya gravitasi Matahari. Artinya, sebenarnya wahana ini mengorbit Matahari dalam lintasan elips (Gambar 2), sedemikian rupa sehingga lintasannya akan berdekatan dengan Mars. Tentu untuk menghitung lintasan yang cocok kita perlu mengetahui posisi Bumi sekarang dan juga posisi Mars di masa depan. Dengan pemahaman mengenai Hukum gravitasi Newton hal ini bisa dihitung, dan jadwal yang paling cocok untuk meluncurkan roket dapat ditentukan.
Menerbangkan roket dengan tarikan Matahari.
Menerbangkan roket dengan tarikan Matahari.
Ketapel Gravitasi
Apakah gerakan wahana antariksa dengan demikian sudah “paten” saat ia diluncurkan menuju lintasannya (Gambar 2)? Artinya lintasan ini sudah tidak bisa diganggu-gugat lagi? Pada prinsipnya tidak, dan pesawat masih bisa bermanuver-ria ke arah lain maupun mengubah kecepatannya. Cara paling efisien yang selama ini digunakan dan tidak perlu banyak melibatkan sistem pendorong dari wahananya itu sendiri (karena kita tahu mesin tambahan akan menambah beban bagi roket pada saat peluncuran dari permukaan menuju antariksa) adalah—yak lagi-lagi—dengan menggunakan energi dari gaya gravitasi objek lain yang dilewati wahana.
Gambar 3. Sebuah wahana yang sedianya bergerak ke arah (1) dengan kecepatan vi, akan berubah arah menuju (2) dengan kecepatan vf, karena interaksi gravitasi antara wahana dengan sebuah planet.
Gambar 3. Sebuah wahana yang sedianya bergerak ke arah (1) dengan kecepatan vi, akan berubah arah menuju (2) dengan kecepatan vf, karena interaksi gravitasi antara wahana dengan sebuah planet.
Saat wahana melewati sebuah planet, terjadi interaksi gravitasi antara keduanya. Dari interaksi ini timbul perpindahan momentum dari planet yang sedang bergerak ke wahana antariksa. Akibatnya, wahana antariksa memperoleh tambahan energi dan dengan demikian kecepatannya bertambah dan arah geraknya berubah (Gambar 3: Sebuah wahana yang sedianya bergerak ke arah (1) dengan kecepatan vi, akan berubah arah menuju (2) dengan kecepatan vf, karena interaksi gravitasi antara wahana dengan sebuah planet).
Kedengarannya hal ini terdengar tidak masuk akal karena seharusnya kecepatan wahana sebelum dan sesudah melintasi planet tidak berubah, energi kinetik yang diperoleh pada saat wahana mendekat harusnya akan menghilang saat wahana menjauhi planet. Hal ini benar dari sudut pandang planet, namun kita tahu planet juga bergerak dengan kecepatan tertentu relatif terhadap Matahari. Alhasil, apabila dilihat dari kerangka acuan Matahari, ada transfer momentum dari planet ke wahana karena pergerakan planet. Artinya sebenernya planet kehilangan energi geraknya untuk dipindahkan ke wahana, namun kehilangan energi ini hanya sepersekian puluh juta saja dari energi total planet, karena perbedaan massa antara planet dengan wahana ya saaaaaaangat jauuuuh berbeda (massa wahana kira-kira 1 ton = 1000 kilogram, sementara planet berkisar 1024 – 1027 kilogram).
Analogi Ketapel Gravitasi. Kredit: Gambar 4: Sebuah analogi ``ketapel gravitasi'', ilustrasi olehCharles Kohlhase dan Gary Hovland. NASA
Gambar 4: Sebuah analogi “ketapel gravitasi”, ilustrasi oleh Charles Kohlhase dan Gary Hovland. NASA
Analogi sederhana dapat dibayangkan pada Gambar 4. Sebuah kereta bergerak dengan kecepatan 50 mil per jam. Seorang bocah lalu melempar sebuah bola tenis dengan kecepatan 30 mil per jam. Andaikan tumbukan antara bola tenis dengan kereta adalah tumbukan elastis (tidak ada energi yang hilang sebelum dan sesudah tumbukan), maka bola tenis akan mendekati kereta dengan kecepatan 80 mil per jam dan akan memantul kembali dari kereta juga dengan kecepatan 80 mil per jam…. ini dilihat dari sudut pandang masinis kereta yang diam relatif terhadap kereta. Namun, dari sudut pandang orang yang duduk-duduk saja di pinggir rel, bola tenis akan melesat kembali dengan kecepatan 130 mil per jam. Bola tenis memperoleh tambahan energi kinetik dari yang berasal dari energi kinetik kereta.
Analogi ini tidak persis sempurna karena kita tahu wahana sama sekali tidak menyentuh planet, dan perpindahan momentum terjadi melalui interaksi gravitasi.
Hasil interaksi antara planet dengan wahana dapat berujung pada dipercepatnya wahana, namun dapat pula memperlambat wahana. Ini bergantung pada arah datangnya wahana relatif terhadap arah pergerakan planet.
Interaksi yang memanfaatkan interaksi gravitasi antara planet dengan wahana ini sering disebut dengan “ketapel gravitasi”, dan merupakan mekanisme paling efektif untuk mengubah arah dan kecepatan gerak sebuah wahana. Cara ini dengan sukses telah digunakan oleh Voyager 1 dan Voyager 2, dua buah wahana antariksa yang dengan sukses memanfaatkan gaya gravitasi Jupiter dan kemudian Saturnus untuk memperoleh kecepatan tambahan yang memungkinkan mereka lolos dari tarikan gaya gravitasi Matahari. Tentu untuk menjadwalkan saat yang paling tepat untuk meluncurkan roket dibutuhkan pemahaman yang sangat baik mengenai orbit Bumi, Jupiter, dan juga Saturnus, dan juga perhitungan yang matang.
Gambar 5: Lintasan wahana Voyager 1 dan Voyager 2. Sumber: Wikipedia
Gambar 5: Lintasan wahana Voyager 1 dan Voyager 2. Sumber: Wikipedia
Dengan kata lain, “bahan bakar” sebuah wahana antariksa untuk mencapai planet-planet lain bukan hanya minyak tanah dan oksigen cair, tetapi juga kopi dan ilmu fisika. Fisikawan yang spesialisasinya astrodinamika dan ilmu hitung orbit dapat menghitung lintasan yang paling cocok, namun tanpa asupan kopi di pagi hari terus terang mau mikir jadi agak sulit tuh (bagi beberapa yang lain, rokok juga penting).
Komunikasi dengan Bumi
Gelombang radio dapat merambat di ruang hampa, karena gelombang radio adalah gangguan pada medan elektromagnetik dalam frekuensi radio, dan medan elektromagnetik ada di mana-mana di alam semesta. Komunikasi antara ruang kendali di Bumi dengan wahana antariksa dilakukan dengan frekuensi radio, namun karena jarak antara keduanya sangat jauh dan kecepatan cahaya bergerak dengan kecepatan tidak tak terhingga (dalam satu detik seberkas cahaya mampu menempuh jarak 300 000 kilometer), maka sinyal radio dari Bumi butuh waktu untuk mencapai wahana di Mars, dan demikian pula sebaliknya. Waktu tunggu sampai antara Bumi–Mars berkisar antara 8.5 menit hingga 42 menit, bergantung pada jarak antara Bumi–Mars.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © 2013 Ilmu - Powered by Blogger - Distributed By Blogger Themes - Designed by Johanes Djogan